Kumpulan Puisi Karya HERU
Senin, 05 Oktober 2015
Kamis, 25 September 2014
Kesaksianku
Dalam arti penderitaan
Dalam raut kekecewaan
Dalam isak tangisan
Ku tersentak diantara itu
tetes demi tetes mulai berlomba untuk turun ke tanah
Riak air mata t’lah bergelimang di putih bola mata
Dirimu berkata “A”
Kulakukan itu ”A”
Ku berusaha tuk tidak mencampuri
Ku lirik masa depan
ku tatap persepsi tujuan
Namun...
Itu telah hancur
Meski berat untukku melepas
Namun hanya untuk dirimu
Ku mulai bersikap keatas
Dan mengubur segala masa depanku
Dan takkan kupaksakan
Biarlah diriku tergulung oleh segala pengharapan
bersama semua masa depan
Semata hanya untukmu...
Dalam raut kekecewaan
Dalam isak tangisan
Ku tersentak diantara itu
tetes demi tetes mulai berlomba untuk turun ke tanah
Riak air mata t’lah bergelimang di putih bola mata
Dirimu berkata “A”
Kulakukan itu ”A”
Ku berusaha tuk tidak mencampuri
Ku lirik masa depan
ku tatap persepsi tujuan
Namun...
Itu telah hancur
Meski berat untukku melepas
Namun hanya untuk dirimu
Ku mulai bersikap keatas
Dan mengubur segala masa depanku
Dan takkan kupaksakan
Biarlah diriku tergulung oleh segala pengharapan
bersama semua masa depan
Semata hanya untukmu...
Indahnya
Kulihat hijau dedaunan
Ku tatap indahnya mekar bunga
Ku nikmati kicauan seekor camar,
menari di lambai sebuah ranting
Ku pasrahkan terik mentari menjilati diriku
Ranting dan dahan...
Pun turut memacu indah panorama
Meliuk dahan nan rapuh
Melambai ranting nan elok
Memancarkan songsongan kehidupan baru
Bergelombang kecoklatan kulitmu
Yang sedang kokoh dengan eloknya dihamparan tanah
Menjadi titian bagi seluruh insekta
Dekat....
Ataupun jauh..
Tak menghalangi sorot mataku dangan indah pesona dirimu
Ku tatap indahnya mekar bunga
Ku nikmati kicauan seekor camar,
menari di lambai sebuah ranting
Ku pasrahkan terik mentari menjilati diriku
Ranting dan dahan...
Pun turut memacu indah panorama
Meliuk dahan nan rapuh
Melambai ranting nan elok
Memancarkan songsongan kehidupan baru
Bergelombang kecoklatan kulitmu
Yang sedang kokoh dengan eloknya dihamparan tanah
Menjadi titian bagi seluruh insekta
Dekat....
Ataupun jauh..
Tak menghalangi sorot mataku dangan indah pesona dirimu
Antara Duka dan Sukaku
Berjalan...
Kualui langkah pedih
kulewati aluran yang tak berujung
Derap kali kaki kecilku melangkah...
Kerikil demi kerikil
Duri demi duri..
Trus saja berada dan menghalangi arah jalanku
Demi mencari sesuap nasi
Dan seteguk banyu
Kurelakan kakiku habis dihajar sang mentari
Raut wajah yang terlukiskan
Tak memungkinkan terciptanya sunggingan senyum yang berarti
Biarlah....Biarkan
Kupendam dan kusimpan dalam kumpulan seluruh pengharapan
Pada sumur luapan kekesalan
Kualui langkah pedih
kulewati aluran yang tak berujung
Derap kali kaki kecilku melangkah...
Kerikil demi kerikil
Duri demi duri..
Trus saja berada dan menghalangi arah jalanku
Demi mencari sesuap nasi
Dan seteguk banyu
Kurelakan kakiku habis dihajar sang mentari
Raut wajah yang terlukiskan
Tak memungkinkan terciptanya sunggingan senyum yang berarti
Biarlah....Biarkan
Kupendam dan kusimpan dalam kumpulan seluruh pengharapan
Pada sumur luapan kekesalan
Tak Ingin
Dalam suatu hal
Ada yang benar
Ada yang salah
Ada pula yang tidak berpihak antara keduanya
Diam diri....
Mungkin kiat yang paling sempurna
Tak perlu dilihat
Rasa yang terjadi tak mungkin terkelabui
Antara rindu dan gelisah
Antara sedih dan canda tawa
Antara keluh dan kesah kita
Teringat binar-binar wajah
Ku nanti peristiwa itu
Rawan rasa hati ini
Bagai diiris dengan sembilu nan tajam dan tipis
Namun....
Sayang, ku t’lah melewatkannya
Roma-roma yang terasa, memancarkan keanehan
Walaupun...
Disaat diriku mulai tiada
Pastikan jangan ada lagi tetes air mata dan isak yang menderu-deru di raut wajahmu
Ada yang benar
Ada yang salah
Ada pula yang tidak berpihak antara keduanya
Diam diri....
Mungkin kiat yang paling sempurna
Tak perlu dilihat
Rasa yang terjadi tak mungkin terkelabui
Antara rindu dan gelisah
Antara sedih dan canda tawa
Antara keluh dan kesah kita
Teringat binar-binar wajah
Ku nanti peristiwa itu
Rawan rasa hati ini
Bagai diiris dengan sembilu nan tajam dan tipis
Namun....
Sayang, ku t’lah melewatkannya
Roma-roma yang terasa, memancarkan keanehan
Walaupun...
Disaat diriku mulai tiada
Pastikan jangan ada lagi tetes air mata dan isak yang menderu-deru di raut wajahmu
Selasa, 23 September 2014
Goresan Seorang Ibu
Ragu daku
Menatap dirimu
Disetiap ulir jiwaku
Kutampakan keistimewaanku
Linang air mata
T’lah mengalir di ukiran sorot mataku
T’lah membasahi raut wajahku
T’lah menjadi saksi akan kekecewaanku
Ku paksakan keinginanmu
Ku lanjutkan kemauanmu
Ku biarkan semua keluh kesahku
Disaat ku tatap wajahmu
Dengan sorot kejinya perbuatanmu
Disaat itu pula, riuh hatiku berkecamuk dihempas kasarnya katamu
Hancur....!
Hancur berkeping-keping
Terserak...!
Dan berhamburan di lubuk perasaanku
Ku larang perasaanku
Tuk membalas perlakuanmu
Demi dirimu
Anakku...
Menatap dirimu
Disetiap ulir jiwaku
Kutampakan keistimewaanku
Linang air mata
T’lah mengalir di ukiran sorot mataku
T’lah membasahi raut wajahku
T’lah menjadi saksi akan kekecewaanku
Ku paksakan keinginanmu
Ku lanjutkan kemauanmu
Ku biarkan semua keluh kesahku
Disaat ku tatap wajahmu
Dengan sorot kejinya perbuatanmu
Disaat itu pula, riuh hatiku berkecamuk dihempas kasarnya katamu
Hancur....!
Hancur berkeping-keping
Terserak...!
Dan berhamburan di lubuk perasaanku
Ku larang perasaanku
Tuk membalas perlakuanmu
Demi dirimu
Anakku...
Langganan:
Postingan (Atom)